Langsung ke konten utama

Syawalan: Cinta Rasul, Cinta Kita

Syawalan al-Tanwir
Masjid At-Tanwir, malam ini, Kamis 24 April 2025 menjadi tempat perdana Kajian Rutin Kamisan dua pekan sekali, Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Semanding. 
Ust. Kahar Mansur, S.Pt, dalam sambutannya menyampaikan, bahwa kegiatan malam ini disebut Syawalan. Sengaja beliau menamai ini agar sedikit berbeda dengan lainnya, Halal bihalal, yang sering kali dipakai kebanyakan masyarakat muslim. Penamaan ini tidak asal, mengingat, kata Syawal itu mengandung makna 'peningkatan', up-grading dalam bahasa lainnya. Singkat kata, sebelum mengakhiri sambutannya, "walaupun berbeda antara Syawalan dan Halal bihalal, tapi intinya sama, silaturahmi dan makan-makan", candanya. 

Cinta Muhammad Rasulullah SAW
Akhlak terhadap Rasulullah SAW: mencintai dan memuliakan, menjadi tema dalam Kajian Kamisan malam ini. Ust. Dr. Yasin Kusumo Pringgodigdo, S.PdI., M.HI., memulai kajiannya dengan melempar pertanyaan kepada jama'ah, "kira-kira apa yang panjenengan lakukan terhadap orang yang dicintai"?, lalu, "apa indikator kalau panjenengan sedang mencintai seseorang?", Nah, kira-kira, kalau hal ini diterapkan kepada nabi Muhammad SAW, bisa atau tidak? Bisakah kita membuktikan cinta kita kepada nabi Muhammad SAW, seperti kita mencintai pasangan kita? 

Selanjutnya, alasan (dasar) kita mencintai Muhammad Rasulullah SAW, berdasarkan Qs. al-Taubah ayat 128, "Sungguh, benar-benar telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, dan (bersikap) penyantun dan penyayang terhadap orang-orang mukmin". 

Kemudian, ternyata ada perintah agar kita mencintai Muhammad SAW. Hal ini berdasarkan pada QS al-Taubah ayat 24, Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, pasangan-pasanganmu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, serta tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya, tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik".

Jika kita mencintai isteri kita, tentu kita seringkali memujinya, memprioritaskan dia dari yang lain dan kita akan bersikap baik- serta beretika kepadanya. Sikap ini sebenarnya juga harus perlu, bahkan wajib kita lakukan kepada uswah kita, Muhammad SAW. 

Mengikuti dan Menaati Rasulullah SAW
Dalam mengimplementasikan kecintaan kita kepada Rasulullah SAW, ustadz jebolan program doktor Universitas Muhammadiyah Malang ini menyampaikan, paling tidak kita; (1) Menta'ati. Hal ini berdasar pada QS. al-Nisa' ayat 64, "Kami tidak mengutus seorang rasul pun, kecuali untuk ditaati dengan izin Allah SWT... ", dan ini menjadi bukti bahwa kita beriman kepada para nabi dan rasul-Nya. 

Selanjutnya, (2) Menerima dan meninggalkan. Dalam mengimani kerasulan Muhammad SAW, coba perhatian pada QS. al-Hasyr ayat 7, "...Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya". Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa dalam mencintai kerasulan Muhammad SAW adalah dengan menjalankan syariah yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. 

Mengucapkan Shalawat dan Salam
Muhammad SAW adalah insan yang tetap sempurna, walau dilihat dari berbagai sisinya. Tetapi, Muhammad sebagai manusia biasa, sejatinya juga sama seperti kita. Butuh makan minum dan beristirahat. Bahkan Muhammad juga bisa wafat, seperti halnya manusia pada umumnya. 

Perintah bershalawat ini berdasarkan QS. al-Ahzab ayat 56, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya". 

Bershalawat kepada nabi Muhammad SAW tentunya berbeda dalam praktiknya dengan yang diamalkan oleh kebanyakan masyarakat luas. Mengucapkan shalawat itu ibadah dan dalam ibadah shalat pun kita juga bershalawat. "Pujian kepada beliau tentu tidak hanya sekedar kata-kata, tetapi perlu pembuktian dengan amalan ibadah yang nyata, inilah bukti cinta Rasul, cinta kita". Pungkas pria kelahiran Nganjuk ini (*) Lutfi Letvana




Komentar

Posting Komentar