Siapa Menanam, Ia Mengetam; belajar di balik kisah perjalanan Bpk. Akhyak yang terpisah dari rombongannya di Milad Bangkalan
Bpk. Akhyak (tengah) semangat bercerita kepada kami: Hilmi (kiri), Sukma Jaya (kanan) di rumahnya, Senin (28/11) (foto: Hudan) |
Pernak-pernik Milad Muhammadiyah 107H di Bangkalan -- Edisi 2 (habis)
Siapa Menanam, Ia Mengetam
(Belajar di balik kisah perjalanan Bpk. Akhyak yang terpisah dari rombongannya di Milad Bangkalan)
(Belajar di balik kisah perjalanan Bpk. Akhyak yang terpisah dari rombongannya di Milad Bangkalan)
Tepat sehabis sholat Isya’ di Masjid Padepokan HW Malang, saya
bersama Bpk. Sukma Jaya langsung menuju ke rumah Bpk. Akhyak yang berada di Dsn.
Jetis Gang I, sebelah utara Masjid al-Furqan. Sebelum sampai di rumah Bpk.
Akhyak, kami berhenti sejenak, mampir ke rumah mas Hudan Maulana yang tidak
jauh dari rumah Bpk. Akhyak. Tidak hanya bermaksud agar mas Hudan menuntun kami
ke rumah Bpk. Akhyak, tetapi memang dari awal kami selaku Panitia Milad PCM Dau
sudah sepakat akan bersama-sama silaturrahmi ke Sesepuh Muhammadiyah Dau yang
sempat “menghilang” di Bangkalan dan tiba-tiba “muncul” di Jetis, rumahnya.
Untuk menuju ke rumah Bpk. Akhyak, kami menyusuri gang
sempit, yang hanya cukup untuk pejalan kaki dan kendaraan roda dua, itu pun
harus dituntun dan dimatikan mesinnya. Tidak sampai memakan waktu 5 menit,
karena hanya berjarak -+50m dari rumah mas Hudan, kami tiba di rumah Bpk. Akhyak.
Ucapan salam sampai 3 x dan dibarengi ketukan pintu oleh mas Hudan, disambut
sang penghuni rumah, yakni Cucu dari Bpk. Akhyak. Kami pun dipersilahkan masuk.
Tak lama kemudian, sosok yang sudah tua itu, namun masih sehat bugar keluar
dari dalam rumahnya menemui kami. Senyum dan tawa kecilnya langsung menyapa
kami, yang membikin suasana hangat penuh keakraban.
“hihi,,, tumben dan” sapanya kepada Hudan. “Enjih pak
Yak,,,niki kulo kalean pak Jayak lan Pak Hilmi, badhe silaturrahmi” balas Hudan.
“Pripun kabare jenengan”, sahud P Jayak. “Alhamdulillah”, jawab pak Akhyak sambil
tersenyum dan berjabat tangan. Kami pun dipersilahkan duduk di sofa berwarna merah.
Tanpa basa basi, kami langsung mengungkapkan maksud kedatangan
kami secara resmi kepada Bpk. Akhyak. “Kedatangan kami ke sini ini berniat
silaturrahmi pak, sekaligus nyuwun
pangapunten (minta maaf) atas kehilafan, kesalahan kami selaku panitia,
yang bisa dikatakan kurang memperhatikan warga (peserta) yang ikut di rombongan
Milad kemaren” ujarku. Kami pun mulai obrolan ke sana ke mari sambil mengorek
cerita yang sesungguhnya terkait “menghilangnya” Bpk. Akhyak sewaktu menghadiri
Milad di Bangkalan bersama kami, Ahad (27/11).
Bahasa yang kami gunakan bermacam-macam (campur), ada Jawa,
Kromo, Ngukuh, dan Indonesia, yang penting bisa dipamahi bersama, karena memang
kami tidak lihai untuk selalu menggunakan bahasa kromo, hehe. Senyum dan raut muka
yang ceria selalu nampak di wajah Bpk Akhyak yang sedang mengenakan kaos lengan
panjang warna hijau keabu-abuan dan sarung warna biru muda bermotif
garis-garis.
Walhasil, secara singkat cerita, ketika Bpk. Akhyak terpisah
dari kelompoknya, beliaupun langsung menuju ke lokasi parkir awal Bus itu berada. Sambil menahan
rasa pusing, dan sengatan matahari, beliau tetap melangkahkan kaki menuju Bus
yang dinaikinya, dengan maksud beristirahat di dalam Bus. Namun, nasib tidak
berpihak kepadanya. Bus yang awalnya parkir di pertigaan jalan kembar, tepatnya
di jl. Kini Balu, namun setelah didatangi ternyata Bus itu tidak berada di
tempat. Bertambah pusinglah kepala Pak. Akhyak, akunya. Namun beliau tidak
putus asa, di carilah Bus itu ke sekitar lokasi, tetapi nihil hasilnya.
Berjalanlah pak Akhyak menuju pusat keramaian Milad, di area
Stadion. Berharap dalam perjalanan yang melelahkan itu akan bertemu dengan
rombongan Kafilah PCM Dau. Lagi-lagi, tak satupun orang yang menyapanya, dan ia
sendiri tak mengenali wajah orang yang sangat ramai di sekelilingnya.
Menurut pengakuan pak Akhyak, ia juga berkeliling di sekitar
area luar Stadion sampai menemukan tempat yang teduh. Tidak jauh dari arena Milad itu, terdapat sungai atau
kolam yang lumayan lebar. Di sana ada mainan anak-anak. Tetapi saat kami tanyai
dimana letak sungai itu? Ia pun menjawab tidak tahu persis, pokoknya sekitar
Stadion. Setelah di rasa tenaga sudah cukup kuat untuk lanjutkan perjalanan
mencari rombongan (teman-temannya), ia pun berjalan ke suatu tempat, katanya
seperti alun-alun, asri, rindang dan bersih. Namun, lagi-lagi ia tidak tahu pasti di mana itu posisinya dan tidak mengenali seorangpun yang ada di sana.
Sampailah bertemu ia dengan 2 pemuda, yang menurutnya,
pemuda itu berasal dari Semarang. Kata pak Akhyak, 2 pemuda itu juga
ketinggalan atau terpisah dari rombongannya. Ditanyailah pak Akhyak oleh kedua
pemuda itu perihal dirinya, kenapa koq sendirian, dimana rombongannya? Pak Akhyak
pun menceritakan secara singkat kalo dirinya sedang mencari rombongan dari
Malang. Dua pemuda itu pun terkejut dan terharu, mencoba berusaha mencari jalan
keluar. Akhirnya kedua pemuda itu memutuskan untuk mencarikan tumpangan untuk pak
Akhyak. Kedua pemuda itu mencegat beberapa mobil yang berada di depannya,
sembari mengatakan yang jurusan Malang tolong Bapak ini (pak Akhyak) diberi
tumpangan.
Usaha pemuda itu tidak langsgung menuai hasil. Sampailah bertemu
dengan satu kendaraan yang dicegat oleh pemuda itu dan penumpangnya rela
memberikan tempat duduk pak Akhyak. Pak Akhyak dipersilahkan masuk ke dalam mobil itu. Di dalam kendaraan itu berisi bapak-bapak dan
ibu-ibu yang berseragam dinas. Tapi, pak
Akhyak pun juga tidak tahu seragam dinas apa? Seorang guru kah atau pegawai
kantor mana juga tidak tahu. Sebab, setelah pak Akhyak di beri tempat duduk di
dalam kendaraan itu, dia terus diajak ngobrol, ditanyai segala macam. Mulai alamat
asal, berangkat dengan siapa, kapan waktu terakhir berpisah, dan lain
sebagainya. Minuman dan kue pun di berikan oleh orang-orang yang berada di
dalam kendaraan itu, sambil terus ngajak bincang dan sedikit bergurau dengan pak
Akhyak.
Pak Akhyak terus memperhatikan, kemana laju kendaraan yang
dinaikinya itu? Setahu dia, jalan itu menuju arah kota kemudian menuju arah
Suramadu. Tetapi masih jauh dari arah Suramadu, kendaraan itu kemudian belok kiri dan masuk gang menuju
rumah yang besar. Di ajaklah pak Akhyak masuk ke dalam rumah yang sangat besar,
megah nan bersih itu. Pak Akhyak pun disuruh beristirahat sebentar, sembari
hidangan mulai dikeluarkan. Minuman, Kue, bahkan makanan berat, enak lagi,
katanya. Dalam benaknya terbesit akan kuasa Ilahi. Betapa Maha Mulia dan
Agung engaku yaa Allah, hamba yang seperti ini dipertemukan dengan orang-orang baik itu, ungkapnya kepada kami. “Ini
kemukjizatan bagi saya” tegas pak Akhyak menceritakan kepada kami. Kami pun termenung
dan sedikit tesentuh akan hal itu. Dalam kesusahan ternyata diberi kenikmatan
dan jalan kemudahan.
Pemilik rumah itu pun mempersilahkan kepada pak Akhyak agar
menikmati hidangan yang disuguhkan. “Pak Akhyak, saya mau sholat dulu, tunggu
sebentar ya” sapa pemilik rumah itu. Tak lama kemudian, Bapak itu keluar dan
menuju ke garasi. Ia menyisihkan beberapa sepeda motor yang berada di bagian depan
garasi. Lalu kemudian, ia mendekati mobil yang menurut pak Akhyak sangat bagus.
Mobil itu di bawa keluar ke halaman rumah. Beberapa saat kemudian, seorang Ibu yang
tadi bersama dari lokasi Milad, namun kini sudah berganti pakaian, ia mengajak
keluar pak Akhyak menuju mobil itu. “Mari
pak, masuk ke mobil”, ajaknya. Pak Akhyak sontak menjawab “Mboten bu,,,,
saya naik angkot saja ke Surabaya, insyaallah berani bisa sampai Malang”. Namun,
penolakan itu tak dihiraukan oleh Ibu tersebut. Ia tetap memaksa pak Akhyak masuk ke
dalam mobil. Sedangkan di dalam mobil sudah ada seorang yang masih muda, duduk di posisi sopir. Ternyata pemuda itu anaknya (anak dari Ibu tersebut).
Di sela-sela cerita itu, Saya menyempatkan bertanya kepada
pak AKhya. “Sebentar pak Akhyak, Jenengan
sudah tanya, siapa nama Bapak atau Ibu itu?” tanyaku. “lha itu, aku ga sempat takok, sopo jenenge, soale mulai awal diajak
ngomong terus ditakoi muacem-macem, sampe kelalen ga takok jenenge”, jawab
pak Akhyak sambil tertawa kecil ketika kami tanyai. Kami pun tersenyum dan tertawa, hahaha.
Akhirnya, pak Akhyak masuk ke dalam mobil. Ibu itu berada di
depan dan pak Ahyak berada di belakang. Obrolan pun berlanjut. Pak Akhyak
ditanyai tentang Muhammadiyah dan cerita perjalannnya sewaktu bergumul di
Muhammadiyah. “Kalau tidak salah Ibu dan keluarganya itu juga orang
Muhammadiyah, sebab katanya sering ke Malang acara Muhammadiyah” ungkap pak Akhyak kepada kami.
Mobil itu melaju menuju Suramadu dan terus ke kota Surabaya
dan akhirnya sampai di terminal Bungurasih. “Aku kaget ternyata di antar ke terminal
Bungurasih”, jelas pak Akhyak. Waktu di perjalanan sebenarnya bpk. Akhyak sempat
bertanya, mau di bawa kemana ini? tapi disuruh diam kata Ibu tersebut, yang
penting sampai katanya.
Sesampai di terminal, pak Akhyak pun diantar menuju ke
salah satu Bus PATAS, bersama-sama naik, di carikan tempat duduk. Sebelum Ibu itu
berpamitan pulang, Ia mengingatkan pak Akhyak, “nanti turun di Arjosari ya pak,
terus naik angkot” pesannya. “Waduh iya bu, jadi sangat merepotkan Ibu, semoga
Allah membalas semua ini” jawab pak Akhyak kepada Ibu itu. Sambil bersalaman,
tiba-tiba di tangan ibu itu diselipkan selembar kertas berwarna merah dan ia berkata,
ini untuk bayar bus dan angkot nanti pak ya, katanya. “lho bu, saya sudah ada uang,
cukup untuk ke Malang” tolak pak Akhyak. Namun, Ibu itu terus meninggalkannya. Dalam
hati pak Akhyak “Koq ada orang baik seperti itu, ini semua pasti karena Allah”
ungkapnya kepada kami.
Kebetulan penumpang Bus hampir penuh, sehingga tak lama
kemudian Bus itu berangkat menuju Malang. Kira-kira tidak sampai 2 jam Bus sudah sampai di
Arjosari. Pak AKhyak langsung bergegas menuju ke Angkot jurusan Landungsari
(ADL). Tanpa menunggu lama, angkot itu pun melaju menuju Landungsari dan
akhirnya pak Akhyak tiba di rumahnya sekitar pukul 4 sore.
Tidak banyak orang orang yang mengethui kedatangan pak Akhyak,
karena rumahnya tidak jauh dari jalan raya. Ia turun di Pelita kemudia
menyebrang Jembatan kali kecil dan belok menuju rumahnya. Hanya cucu yang
tinggal bersamanya saja yang mengetahui kalo ia sudah pulang. Ia pun langsung sholat
dan istirahat, katanya.
Inilah kisah singkat perjalanan Bpk. Akhyak dari Bangkalan
menuju kediamannya, Jetis Mulyoagung Dau Malang, akibat terpisah dari
rombongannya. Dalam kesusahannya terdapat kemudahan, kelonggaran, bahkan
kenikmatan. Apakah ini hasil perbuatannya selama ini? Menuai hasil dari
benih-benih kebaikan yang selama ini dijalankan olehnya?
Yang jelas, di sela-sela ia bercerita kepada kami perihal “menghilangnya”
itu ia berkali-kali berpesan kepada kami, tentang nilai-nilai hidup dan
perjuangan di Muhammadiyah.
*) Kami, selaku panitia, masih penasaran kepada orang-orang yang berjasa, membantu kepulangan Bapak Akhyak. Kami ingin mengucapkan terimakasih secara langsung kepadanya. Siapakah gerangan, selama menolong bpk. Akhyak tidak pernah mengucapkan nama atau status jati dirinya kepada bpk. Akhyak. Kami haturkan banyak terima kasih dan permohonan maaf atas segalanya. Semoga Allah memberikan kemudahan dan balasan yang berlipat atas kebaikan Bapak dan Ibu yang masih misterius itu. Amiin
(Jetis, 30 November 2016. Jelang siang hari, di ruang tengah yang sempit, dan ditemani keripik pedas has Madura serta secangkir kopi. -- Hilmi Arif)
Komentar
Posting Komentar